Select Page

slider gilang

Pecinta video game tentunya sudah tidak asing lagi dengan DreadOut. Sebuah game ber-genre indie survival horror buatan anak bangsa yang namanya melambung beberapa bulan silam ini mampu menyita perhatian pecinta game dunia, terutama di Indonesia. Game besutan Digital Happiness ini mengangkat latar belakang hantu-hantu Indonesia seperti pocong, babi ngepet, sundel bolong, dan kuntilanak.

Ternyata, salah satu yang berperan besar dalam pembuatan game tersebut adalah Gilang R.E. Gitarana, S.Pd., alumni S1 Pendidikan Teknik Informatika (PTI) 2010, Departemen Teknik Elektro dan Informatika, Fakultas Teknik (FT), Universitas Negeri Malang (UM). Gilang berperan sebagai salah satu programmer DreadOut. Ia memaparkan pengalamannya saat memberikan kuliah tamu tentang Tren dalam Industri Game di hadapan ratusan mahasiswa Departemen Teknik Elektro dan Informatika UM pada Senin, 19 Februari 2018. Kegiatan yang berlangsung di Aula Gedung H5 lantai 4 tersebut dibuka oleh Wakil Dekan III FT, Prof. Dr. Marji, M.Kes.

“Di tahun 2018 ini, semua orang bisa membuat game,” ujar pria asli Lumajang ini membuka sesi kuliah tamu.

Menurutnya, dengan banyaknya tutorial membuat game yang dapat ditelusuri via Google saat ini, seseorang yang tidak berkecimpung dalam dunia teknologi informasi pun bisa membuat game dengan bantuan engine game yang gratis dan mudah didapatkan di internet.

“Contohnya salah satu kuli panggul di Makassar bisa meraup ribuan dolar karena belajar bersungguh-sungguh dalam mengembangkan game. Saya tidak mendiskreditkan pekerjaan kuli panggul, namun hal tersebut cukup membuktikan bahwa di era yang serba terbuka ini seseorang yang tidak berkecimpung di dunia IT pun dapat membuat game,” papar Gilang.

Selain mencari tutorial melalui Google, Gilang juga berpesan kepada mahasiswa untuk bergabung dengan komunitas-komunitas developer game. Ia mengatakan bahwa di Malang sudah banyak  komunitas yang berkembang. Bahkan, sudah terdapat asosiasi resmi yang dinaungi pemerintah untuk pekerja kreatif seperti para pembuat game dan karya seni grafis lain.

“Asosiasi Game Indonesia juga dinaungi oleh Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, red), sehingga saat ini pembuat game sudah dipandang sebagai profesi khusus,” terang Gilang diikuti riuh tepuk tangan peserta kuliah tamu.

Untuk mengembangkan game yang diminati, Gilang memberikan saran untuk para developer untuk senantiasa mengikuti tren dan jangan membuat game tersebut sendirian. Kolaborasi antar orang-orang yang memiliki perbedaan disiplin ilmu akan menghasilkan produk game yang berkualitas.

“Sebagai contoh di UM, ada prodi Game Animasi. Nah, mereka bisa bersinergi dengan para programmer yang ada di departemen kita (Teknik Elektro, red), kolaborasi seperti itu yang diperlukan” tambahnya.

Berbicara tentang tren game masa kini, para developer game berfokus pada game yang memiliki display tinggi dan berbasis kenyataan (physical-based realistic).

“Game yang saat ini sedang menjamur, contohnya DoTA, FIFA 18, Mobile Legends, LOL, dan sebagainya, agar bagaimana agar game buatan kita diminati,  Kuncinya satu, kita sendiri nyaman nggak memainkan game kita, kita coba tawarkan ke teman-teman sekitar kita untuk mencoba, masukan-masukan yang diperoleh akan membuat game yang Anda buat semakin berkualitas dan banyak diminati,” terang Gilang yang saat ini sedang menempuh program magister di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mengambil program studi yang mengkhususkan diri pada pengembangan Game.

Terkait stigma negatif yang muncul tentang game di masyarakat, ia memberikan sudut pandang yang lain. Tidak semua game itu bersifat negatif, ada pula positifnya, zaman sekarang sudah banyak game-game bergenre edukasi, yang mengajarkan kreativitas bagi para pemainnya. ia juga berpesan kepada mahasiswa UM untuk memanfaatkan waktu kuliah dengan sebaik-baiknya. Nilai bukan semata-mata esensi utama dari belajar, tapi memanfaatkan ilmu tersebut jauh lebih penting.

Penulis: Arvendo Mahardika

Sumber : Web UM

Editor : Febrianto Alqodri